Sabtu, 08 Januari 2011

Kabuki "Musik dan Tari"

MUSIK DAN TARI KABUKI
Kesenian musik dan tari kabuki telah ada sejak 400 tahun lalu. Kabuki dalam bahasa kanji ka berarti musik atau lagu, bu berarti tarian, dan ki berarti akting. Jadi, kabuki berarti drama yang memiliki unsur pendukung musik dan tarian yang kuat. Dalam perkembangannya, kabuki digolongkan menjadi kabuki-odori (kabuki tarian) dan kabuki-geki (kabuki sandiwara). Kabuki-odori dipertunjukkan dari masa kabuki masih dibawakan Okuni hingga di masa kepopuleran wakashu-kabuki, remaja laki-laki yang menari diiringi lagu yang sedang populer dan konon ada yang disertai dengan akrobat. Selain itu, kabuki-odori juga bisa berarti pertunjukan yang lebih banyak tarian dan lagu dibandingkan dengan porsi drama yang ditampilkan. Dengan kata lain, kabuki adalah pertunjukan drama yang terdiri dari unsur tari dan musik. Di dalam kabuki, musik dan tarian adalah tonggak utama dalam pertunjukan kabuki tersebut. Ini disebabkan karena dalam pertunjukan kabuki yang paling menonjol dan pokok yang ditampilkan dalam pertunjukannya adalah musik dan tari.
1.       Musik Kabuki
Musik mempunyai peranan penting dalam kabuki. Musik kabuki terbagi dua yaitu shosa ongaku dan geza ongaku. Shosa ongaku adalah musik shamisen yang mengiringi tayu dan menambah jelasnya pelaku dalam aktingnya, dan geza ongaku, yaitu musik yang melengkapi pertunjukan kabuki dari belakang panggung.
Musik pengiring kabuki dibagi berdasarkan arah sumber suara. Musik yang dimainkan di sisi kanan panggung dari arah penonton disebut gidayūbushi. Takemoto (chobo) adalah sebutan gidayūbushi khusus untuk kabuki. Selain itu, musik yang dimainkan di sisi kiri panggung dari arah penonton disebut geza ongaku, sedangkan musik yang dimainkan di atas panggung disebut debayashi.
a)   Takemoto
Takemotoadalah musik yang dimainkan dalam gidayu-bushi kabuki. Takemoto yang pada awalnya untuk ningyo-joruri (alias bunraku) didirikan oleh Takemoto Gidayu. Nantinya, gidayu-kyogen ningyo-joruri dipindahkan ke kabuki, jadi gidayu-bushi juga mulai dimainkan untuk kabuki. Musik dari takemoto pada dasarnya digunakan untuk meningkatkan peran, gerak, dan ekspresi aktor, sehingga diperlukan teknik yang terampil dalam pencapaiannya. Ketika aktor berbicara dan bertindak dalam sinkronisasi dengan ritme takemoto, misalnya ketika dia berkata "ito ni noru", "ito" di sini berarti petikan shamisen. Terutama dalam "Monogatari" (cerita) adegan tachiyaku (peran laki-laki terkemuka) akan bercerita tentang peristiwa di masa lalu dan untuk membuat orang-orang di sekelilingnya, mendengarkan dan "kudoki" (ratapan) adalah adegan di mana seorang onnagata (aktor yang memerankan peran wanita) mengekspresikan perasaan yang keluar, merupakan sebuah klimaks yang dapat dicapai bila aktor dapat menyesuaikannya dalam ritme shamisen, dengan kompak. Selain itu, selain untuk gidayu-kyogen, kadang-kadang takemoto dimainkan sebagai iringan untuk buyo (menari).
b)   Debayashi
Debayashi adalah musik kabuki yang dimainkan diatas panggung. Pada debayashi, para pemain alat musik secara umum disebut shibyoshi (ansambel), yang meliputi taiko (drum), kotsuzumi (drum kecil), otsuzumi /okawa (drum besar) dan fue (seruling) /noukan (seruling noh) atau shinobue (seruling bambu), duduk dan bermain bersama-sama utakata (singers) dan shamisenkata (pemain shamisen) dari nagauta.
c)    Geza
Geza, yang berarti iringan, akan diputar di kamar belakang kuromisu pada shimote (bagian kiri penonton) di samping panggung. Karena itu, geza juga disebut kuromisu-ongaku (tirai bambu hitam) atau misu-uchi-ongaku (musik diputar di dalam tirai bambu hitam).
Ada cukup banyak item dalam bermain musik metode geza, tetapi bisa digolongkan ke dalam 3 kategori sesuai dengan alat-alat musik yang dimainkan. Adapun jenis-jenis geza , yaitu :

SHŪSAKU ENDŌ


SHŪSAKU ENDŌ遠藤 周作 (1923 – 1996)
Biografi
Shusaku Endo lahir di Tokyo, Jepang pada tanggal 27 maret 1923. Ketika masih kecil, Endo dibawa oleh keluarganya pindah ke Manchuria yang saat itu diduduki oleh Jepang. Pada tahun 1933 saat usianya mencapai sepuluh tahun, orang tuanya bercerai dan Endo dibawa oleh ibunya kembali ke Kobe, kampung halaman ibunya. Saat Endo masih kecil, ibunya telah memeluk ajaran katolik dan menanamkan ajaran katolik tersebut kepada Endo. Endo dibaptis pada tahun 1935 saat umurnya sebelas tahun dan mendapatkan nama baptis, Paul.
Endo menerima gelar BA dalam sastra Perancis dari Universitas Keio Tokyo pada tahun 1949, dan tahun 1950-1953 Endo belajar fiksi Katolik di University of Lyons, Perancis. Pada tahun 1955 ia menikahi Junko Okada, dan memperoleh seorang anak laki-laki.
Pada tahun1959, Endo mengalami penyakit tuberkulosis, sementara di Perancis untuk mempelajari karya-karya Marquis de Sade, dia masuk rumah sakit selama dua setengah tahun dan mengalami tiga operasi yang meninggalkannya dengan satu paru-paru. Setelah kejadian ini, karya fiksi Endo yang awalnya bercerita tentang moral kehidupan dalam beragama menjadi lebih bersimpati terhadap karakter menderita baik fisik dan kelemahan rohani. Endo wafat disaat usianya tujuh puluh tiga tahun, yaitu pada tanggal 29 September 1996 di Tokyo.
Karya
Buku-bukunya mencerminkan banyak pengalamannya di masa kanak-kanak, termasuk stigma sebagai orang luar, pengalaman sebagai orang asing, kehidupan seorang pasien rumah sakit, dan pergumulan dengan tuberkulosis. Namun demikian, buku-bukunya terutama membahas jalinan moral kehidupan. Iman Katoliknya dapat dilihat pada tingkat tertentu dalam semua bukunya, dan seringkali merupakan ciri yang sentral dari karya-karyanya. Kebanyakan dari tokoh-tokohnya bergumul dengan dilema moral yang rumit, dan pilihan-pilihan mereka seringkali membawa hasil yang bercampur tragedi. Dalam hal ini karyanya seringkali dibandingkan dengan karya Graham Greene, karena karya-karyanya persis seperti karya-karya Greene yang menitikberatkan pada keprihatinan mendalam dalam masalah perilaku agama dan moral. Malah, Greene secara pribadi pernah menyebut Endo sebagai salah satu penulis terbaik di abad ke-20. Sebagai seorang penulis, Shusaku Endo dijuluki sebagai Graham Greene-nya Jepang.